Jumat, 30 Oktober 2009

Siasat Setan Menyesatkan Manusia (bag-2)

Cara pertama, setan selalu mengajak manusia untuk menjadi syirik atau kufur. Di dunia ini jumlah penduduk bumi hampir enam miliar, jumlah muslim sekitar 1,3 miliar jiwa. Artinya, sisanya ada 4,7 miliar manusia yang bukan muslim. Ini juga menjelaskan, bahwa penduduk neraka itu memang lebih banyak dari penduduk surga. Dari jumlah muslim yang ada, masih ada yang terus tertarik untuk menjadi penduduk neraka.

Kalau kita lolos dari jebakan yang pertama, setan telah menyiapkan jebakan yang kedua untuk orang muslim. Nama cara kedua ini adalah bid'ah. Rasulullah telah mengatakan, seluruh kegiatan bid'ah adalah sesat dan kesesatan akan masuk neraka. Apa maksudnya bid'ah ? Bid'ah adalah melaksanakan ibadah dalam agama tanpa pengetahuan. Inilah inti bid'ah, beragama tanpa ilmu pengetahuan. Mereka menambah apa yang tidak perlu ditambah dan mengurangi apa yang seharusnya tidak boleh berkurang. Itulah yang terjadi dalam bid'ah. Inilah kejahatan yang terbesar setelah syirik. Bid'ah adalah dosa yang lebih besar dari dosa-dosa lainnya.

Karena bid'ah semua amalan yang kita lakukan menjadi batal. Dan bid'ah ini berpotensi merusak agama itu sendiri. Karenanya, pelaku bid'ah itu tidak saja akan merusak dirinya, tapi juga akan merusak orang lain. Coba hitung, berapa banyak aliran-aliran sesat dalam tubuh umat Islam ? Semuanya berakar pada kegiatan bid'ah. Maka angka 1,3 miliar jumlah muslim berkurang lagi setelah dihantam gelombang bid'ah. Jangan-jangan, jumlahnya sudah habis.

Berapa banyak bid'ah yang terjadi saat kita menghadapi kelahiran ? Berapa banyak bid'ah yang terjadi saat kita menangani kematian ? Dan berapa banyak bid'ah lagi yang dilakukan saat diantaranya, dalam kehidupan ?

Kalau kita mendapatkan iman, kita akan lolos dari jebakan setan yang pertama. Lalu ketika kita berilmu, maka kita juga akan lolos dari jebakan setan yang kedua. Tapi setan sudah menyiapkan jebakan yang ketiga. Dan itu bernama dosa-dosa besar.

Ibnul Qayyim mengatakan tentang asal-usul dosa-dosa besar. Yang pertama disebut dengan Dosa Binatang Ternak. Mari kita perhatikan perilaku binatang ternak seperti ayam, kambing, juga sapi dan kuda. Apa dosa mereka, apa kerja mereka setiap hari ? Setiap hari kerja mereka dari makan ke pelampiasan syahwat. Makan dan kawin, begitu seterusnya. Ibnul Qayyim mengatakan, sebagian besar manusia terjebak dalam dosa yang satu ini. Makanan dan seksual.

Asal-usul dosa besar yang kedua adalah, Dosa Binatang Buas. Apa yang dilakukan para binatang buas di dalam hutan ? Mereka membunuh, mengintimidasi, merampas dan melakukan kekerasan. Dosa seperti ini tidak banyak pelakunya, karena para pelaku dosa ini harus dilengkapi perangkat khusus yang tidak dimiliki semua orang, yakni kekuasaan dan kekuatan, kemauan dan keberanian.

Urutan yang ketiga adalah, Dosa Setan. Menipu, memperdaya, memanipulasi. Pekerjaannya membuat makar. Dan dosa yang satu ini pelakunya membutuhkan kecerdasan di atas rata-rata. Yang biasa melakukan dosa ini adalah para politisi, intelijen, pedagang, para perekayasa kejadian dan yang sejenisnya.

Urutan keempat adalah asal-usul dosa yang paling tinggi. Namanya adalah Dosa Kekuasaan. Para pelakunya suka memperhamba manusia lain dan senang dituhankan. Tapi Ibnu Qayyim mengatakan, jika seseorang sukses melakukan dosa yang pertama, biasanya dia akan terdorong untuk melakukan dosa yang kedua.

Misalnya, ketika dia meminum khamar, ia mabuk, lalu berzina, lalu mengamuk, lalu membunuh, setelah membunuh dia di penjara. Dan di penjara muncul perasaan sombongnya. Semakin di penjara sebagai pembunuh semakin terhormat statusnya. Dan begitu ia keluar dari penjara, ia makin canggih perbendaharaan cara membunuh. Lalu setelah ia banyak membunuh, ia akan dianggap memiliki kekuasaan. Ia mulai mengumpulkan pasukan dan lama-lama ia menjadi Godfather. Dan setelah ia menjadi Godfather, ia akan bekerja dengan lebih banyak menggunakan akal. Makin tua, makin cerdas. Dan semakin lama, ia memiliki kekuasaan yang besar dan menjadi raja. Dia bisa membeli gubernur, dia bisa membeli menteri, bahkan dia bisa membeli presiden. Dan seperti Fir'aun yang bekata,"Akulah Tuhan yang tertinggi." Begitulah tabiat dosa. Ia selalu berusaha mengajak kita mengunjungi saudara-saudaranya yang lain.

Inilah dosa-dosa besar. Membunuh adalah dosa besar. Mencuri adalah dosa besar. Tapi di dalam Al Qur'an perincian paling detail tentang dosa besar adalah pada dosa perzinaan. Kenapa ? Karena perzinaan adalah dosa basic. Pembunuhan pertama yang terjadi dalam sejarah manusia adalah karena perempuan. Pembunuhan atas nama cinta yang terjadi pada Qabil dan Habil. Rasulullah saw suatu kali bersabda, tidak ada fitnah yang beliau khawatirkan sepeninggal beliau seperti fitnah tentang perempuan.

Ada sebuah buku tentang selingkuh yang bukan ditulis oleh seorang psikolog, tapi justru ditulis oleh seorang detektif swasta. Dari ribuan kasus yang ia tangani, sang detektif mengatakan, terlalu banyak mitos yang harus dipatahkan tentang selingkuh.

Salah satu mitosnya adalah, kalau suami selingkuh, berarti ada sesuatu yang salah yang sedang terjadi di rumah. Misalnya istrinya kurang cantik dan lain sebagainya. Ini menurutnya adalah mitos. Sebagian besar kasus selingkuh yang ia tangani dilaporkan oleh para istri yang berpenampilan cantik dan menawan. Mereka melaporkan perselingkuhan suaminya, dan setelah diteliti teman selingkuh sang suami ternyata lebih jelek dibanding dengan istri mereka. Dan ternyata setelah diteliti, alasannya sangat sederhana. Sensasi perbedaan !

Salah satu pekerjaan setan yang utama adalah, membuat dosa tampak sangat logis di depan para pelakunya. Tampak indah dan sangat manusiawi. Setiap kali seseorang melakukan dosa, selalu ada pembenaran yang mendahuluinya. Inilah pekerjaan setan terhadap kita. Karena itu, ketika seseorang kedapatan selingkuh, ia pasti membela diri dan cenderung melemparkan kesalahan pada pasangannya.

Tidak ada dosa yang harus dihalangi sejak awal, seperti dosa perzinaan. Jangan dekati perzinaan. Semua proses yang mengantarkan kita untuk mendekati pada dosa ini, harus selalu dihalangi. Perempuan diperintahkan untuk memakai jilbab. Laki-laki diminta untuk menundukkan padangan dan menjaga syahwat. Adat bertamu diatur. Anak-anak berumur lebih dari 10 tahun sudah harus mulai dipisah saat tidur dari orang tua. Islam sangat berbeda menangani dosa perzinaan, sangat berbeda misalnya dengan dosa pembunuhan.

Ada orang yang imannya cukup kuat untuk bertahan di depan dosa-dosa besar. Dia tidak akan membunuh bukan karena dia tidak punya kekuasaan tapi karena faktor iman. Dia tidak berzina bukan karena dia tidak memiliki kesempatan, tapi karena faktor iman. Dan lain sebagainya. Untuk orang-orang seperti ini, mereka lolos karena memiliki ketakwaan yang tinggi kepada Allah swt. Tapi setan juga telah menyiapkan jebakan dan setan tidak pernah putus asa.

Sudah ada jebakan keempat yang telah disiapkan, namanya Dosa-Dosa Kecil. Setan memperbanyak dosa-dosa kecil. Dia memang tidak berzina, tapi melihat sedikit boleh lah. Dia tidak mencuri, tapi mencicipi sedikit tak masalah. Dia tidak menipu, tapi tidak jujur tak jadi soal. Sepanjang hari, kita memang banyak melakukan kebaikan, tapi di saat yang sama kita juga secara terus menerus melakukan dosa-dosa kecil.

Sebenarnya Allah swt sudah menyiapkan mekanisme pembersihan dosa-dosa kecil. Seperti wudhu diantara waktu shalat. Berjalan ke masjid, setiap langkahnya menggugurkan dosa. Dan lain sebagainya. Tapi persoalannya adalah, ide besar memperbanyak dosa-dosa kecil ini adalah membunuh imunitas kita terhadap perasaan berdosa. Kalau dia tidak melakukan dosa besar, dosa kecil yang ditumpuk terus-menerus akan menjadi gunung dosa yang besar.

Dan dosa kecil, bisa juga menjelma menjadi dosa besar. Dosa kecil bisa menjadi besar jika dilakukan secara terang-terangan. Ketika kita melakukan dosa ini, kita tidak saja melakukan dosa kecil, tapi kita juga sudah hilang rasa malu. Dia merasa aman membeberkan dosanya. Ini akan menyulap dosa kecil menjadi dosa besar. Dia merasa aman dengan dosa kecil yang terjadi di pagi hari. Jangan ceritakan dosa di malam hari yang kita lakukan, pada pagi hari. Aib yang ditutup Allah, jangan dibuka sendiri. Penumpukan dosa kecil, itulah yang diinginkan oleh setan.

Meski begitu, ada sekelompok manusia yang memiliki sikap wara yang sangat tinggi. Sensitivitasnya atas dosa sangat tinggi, betapapun kecil jenis dosanya. Dan untuk seperti ini, setan telah menyiapkan tahapan selanjutnya. Memperbanyak perbuatan mubah. Misalnya, setan memperbanyak perasaan dan nafsu makan. Kekenyangan, tidur dan tidak terbangun untuk shalat malam. Subuh telat.

Setan memperbanyak perbuatan mubah, yang dampaknya mengganggu ibadah baik yang sunnah maupun yang wajibnya. Tidur yang banyak. Seharusnya, seorang muslim menggunakan rasio waktu adalah 1 unit waktu sama dengan 1 unit amal. Kalau kita melakukan yang mubah, berarti ada 1 unit waktu yang tidak ada pahalanya. Misalnya kita tidur dalam waktu delapan jam, maka delapan jam itu tidak ada pahala yang kita catat dan kita perbuat. Sisa waktu dalam sehari tinggal 16 jam, empat jam untuk dosa kecil, empat jam untuk dosa besar. Dan habislah hidup kita.

Inilah konsep setan memanipulasi hidup manusia. Mubah, memang kita tidak melakukan dosa. Tapi juga tidak mencetak pahala. Tapi lama-lama, jika dibiarkan ini akan mengganggu yang lain. Karena itu dalam kehidupan para sahabat kita menemukan cerita-cerita yang luar biasa. Mereka tidur sedikit, mereka makan sedikit. Mereka menggunakan semua waktu untuk melakukan ibadah dan mencetak pahala. Di mana posisi kita ?

Kita harus merancang kehidupan kita berputar antara wajib dan sunnah. Bahkan kita harus mengubah sesuatu yang bermuatan mubah menjadi pahala. Misalnya tidur, kita niatkan sebagai salah satu ibadah. Baca Al Qur'an, lalu ketiduran. Zikir, lalu ketiduran. Muhasabah, lalu ketiduran. Jangan tidur dalam keadaan berdosa.

Tetapi ketika ada orang yang mampu mengubah yang mubah menjadi berpahala, setan tidak menyerah. Untuk orang-orang seperti ini, setan telah menyiapkan jebakan pengurangan, jebakan yang kelima. Dalam Islam, dalam setiap satuan waktu ada waktu-waktu tertentu yang menjadi puncak nilai pahala. Misalnya antara adzan dan iqamat, itu adalah prime time untuk melakukan ibadah, karena nilainya tinggi. Kalau kita berbincang dan ngobrol pada saat itu, kita telah menyia-nyiakan waktu. Setan membujuk kita untuk mengurangi pahala. Ketika seharusnya kita mendapat pahala 10, karena ngobrol kita hanya dapat pahala 5. Setan begitu gigih untuk terus menerus berada di sekitar manusia, apapun jenisnya. Jangan sampai angkanya sempurna. Tidak ada yang lepas dari jangkauan setan. Dibuat untuk berdosa, sudah tidak bisa. Didorong untuk melakukan perbuatan mubah, pun susah. Maka dibuat kurang pahalanya.

Misalnya, perbuatan apa yang paling dianjurkan antara isya dan subuh. Yang paling baik adalah, tidur cepat, lalu bangun cepat untuk qiyamul lail. Tapi setan memberikan kita banyak pekerjaan. Ide-ide didatangkan. Pikiran dilancarkan, seolah-olah ilham. Membuat kita tidur larut malam, lalu lupa shalat malam. Tidak ada satu kebaikan yang tidak disertai campur tangan setan.

Tapi ada juga orang yang sampai pada kelas kesempurnaan. Inilah jebakanyang sudah disiapkan setan pada urutan ke enam. Setan terus merekayasa pada kelas ini. Biasanya yang sampai pada kelas ini adalah para nabi-nabi.

Dan jika sudah pada kelas ini, pada tahap selanjutnya setan akan menyerang langsung secara fisik. Setan menggerakkan tentaranya menciptakan perasaan benci pada sosok yang satu ini.

Coba perhatikan, makin beriman seseorang, maka makin ia dibenci oleh manusia lainnya. Bukan karena jelek, justru karena ia baik. Makin kita anti korupsi, makin kita dibenci oleh orang lain. Dan bukan para koruptor saja yang membenci, tapi pedagang juga tidak suka pada kita. Karena kita tidak bisa diajak cincai dalam setiap deal-deal yang dijalankan. Setan memobilisasi kebencian dalam tahap ini. Pertempuran dengan setan, ada di semua lini peperangan.

Sekarang pertanyaannya adalah, ada di kelas berapa kita menghadapi setan ? Ada yang grafiknya terus meningkat, ada yang naik turun, tapi yang penting adalah, menentukan finishnya. Semoga kita mampu mengakhiri cerita hidup kita dengan garis grafik yang paling tinggi di garis finish.

Ada beberapa hal yang membuat kita stabil dalam berbagai kondisi adalah ilmu. Karenanya, penambahan ilmu harus terus menerus kita lakukan dalam hidup ini. Termasuk diantaranya pengetahuan tentang diri kita dan pengetahuan tentang setan. Kedua, faktor lingkungan juga mempengaruhi stabilitas kita. Biasakanlah berada di dalam lingkungan orang-orang yang lebih saleh diantara kita. Selanjutnya, lakukan terus menerus usaha untuk mengontrol gerakan hati dan motif. Niat kita selalu berubah-ubah, karena itu harus dikontrol. Jangan mudah terpengaruh dengan komentar orang lain tentang kita. Setelah itu, kita harus terus menerus melakukan zikrul maut, mengingat kematian. Tidak ada yang paling kuat menahan kita berbuat kejahatan, kecuali ingatan kita pada kematian.

Tergoda adalah sifat yang manusiawi yang selalu dihadapi manusia. Tapi menghadapi ketergodaan yang harus menjadi perhatian kita. Bagaimana sikap kita menghadapi ketergodaan yang datang. Waktu kita tergoda, yang harus kita tahu adalah apa respon kita atas godaan. Ketahuilah pusat kelemahan kita ada di mana. Temukan pusat kelemahan kita dan setelah menemukan pusat kelemahan itu, maka kontrollah kondisinya.

Yang lemah pada godaan perempuan, jangan pernah jalan sendiri. Selalu dalam jamaah dan kelompok, karena itulah salah satu cara kontrolnya. Gunakan orang lain untuk mengontrol diri kita. Begitu seterusnya sikap kita, pada harta, pada tahta atau pada kategori godaan lainnya. Insya Allah dengan beberapa hal tersebut kita akan mampu berada pada posisi stabil dalam kebaikan.

Siasat Setan Menyesatkan Manusia (bag-1)

Kalimat syahadat dimulai dengan kalimat negasi, pemisahan semua ilah, lalu disusul dengan pengakuan bahwa hanya Allah, ilah satu-satunya. Mari kita membahas masalah ini dari perspektif musuh orang-orang beriman, yakni setan. Sengaja perspektif ini diambil sebagai awalan, karena kita yakin bahwa kita semua adalah hamba-hamba yang baik. Dan hamba-hamba yang baik selalu mengedepankan pemikiran yang baik, dan sesekali, kita harus mengetahui cara pandang setan untuk tetap menjaga kebaikan tersebut.

Tapi ternyata dalam kehidupan, logika kadang-kadang tidak berjalan lurus. Selalu saja ada orang-orang yang kita pikir mereka adalah orang-orang yang baik, tapi ternyata berpikiran dan berperilaku seperti setan.

Adalah satu kaidah dalam Islam, karena Allah menciptakan surga dan neraka, berarti Allah memang telah menyiapkan para penghuninya. Dan itu artinya, kita tidak akan masuk surga semuanya. Pernah ada seseorang yang bertanya, "Kalau begitu Allah tidak menginginkan semua orang menjadi baik ? Dan kalau begitu Allah tidak menginginkan semua orang masuk surga."

Kenyataannya memang iya. Karena, jika Allah mau, maka Allah akan memberikan petunjuk pada semua manusia. Allah akan mencabut syahwat dalam diri kita dan Allah akan mematikan setan di luar diri kita. Perkara selesai sudah. Tapi skenario kehidupan yang kita lalui tidaklah demikian. Di ujung kehidupan, ada surga dan neraka yang siap menanti dan menyambut kita di kemudian hari. Sedangkan di awal perjalanan, ada setan dan syahwat yang selalu menggoda. Dan di samping kanan kiri kita, ada malaikat yang bertugas mencatat seluruh perbuatan dan desir hati. Agar para malaikat ini netral, maka para malaikat tidak dilengkapi dengan syahwat. Maka, dengan demikian dimulailah panggung kehidupan manusia. Manusia melawan syahwat dan setan dalam waktu yang bersamaan.

Allah memang menurunkan pembantu-pembantu untuk menolong manusia. Tapi pertolongan-Nya tidak menyeluruh. Allah mengutus Rasul dan nabi-nabi sebagai pembantu Allah untuk menolong manusia memenangkan pertarungannya melawan syahwat dan setan dalam kehidupannya. Allah menurunkan kitab suci sebagai panduan dan pegangan. Tapi tetap, Allah tidak mematikan setan. Allah memberikan kita akal. Tapi tetap, setan tidak dimatikan.

Allah hanya memberikan kita, manusia ini, dengan perlengkapan tempur dan peralatan perang. Bagaimana cara dan strategi kita bertempur dan berperang, seluruhnya dikembalikan pada manusia itu sendiri. Musuhnya dijelaskan, hasil dari pertarungan juga telah digambarkan. Yang kalah masuk neraka, dan yang menang dijamin masuk surga.

Dan inilah kaidahnya, surga itu tidak diberikan secara cuma-cuma pada manusia. Ada harga yang harus kita bayar. Karena itu Allah menyatakan, "Apakah kalian menduga kalian akan masuk surga dengan ringan. Padahal Allah belum tahu siapa diantara kalian yang berjihad, dan diantara kalian yang bersabar diantara mereka yang berjihad."

Jika kaidah ini sudah kita pahami dan kita yakini, maka level selanjutnya adalah, bagaimana kita menyiapkan diri kita untuk melakukan pertempuran.

Ada kondisi lain yang semakin membuat pertempuran ini semakin seru. Keimanan diciptakan oleh Allah di dalam hati. Dan sifat hati, selalu berubah-ubah, tidak pernah permanen. Betapapun tinggi iman seseorang, maka imannya tidak pernah selalu bersifat permanen. Bisa jadi seseorang merencanakan korupsi saat ia sedang berthawaf keliling ka'bah. Dan bisa jadi seseorang merencanakan pertobatannya saat ia sedang dalam pelukan seorang perempuan. Bahwa ini adalah perzinaan yang terakhir yang akan ia lakukan. Jadi, selamanya tidak ada jaminan kondisi hati dalam posisi permanen.

Aturan dalam agama tidak menghilangkan kekuatan-kekuatan jahat dalam hati manusia. Tapi, aturan dalam agama meminimalisirnya dan pada saat yang bersamaan memperbesar semangat berbuat baik dalam diri kita menjadi pemenang. Karena itu, dosa adalah sebuah keniscayaan. Dan karena dosa adalah suatu keniscayaan, Allah menyiapkan bagi manusia jalan untuk kembali yang bernama tobat.

Kalau kita memahami rintangan ini dengan baik, maka yang harus kita cari tahu selanjutnya adalah cara melewati rintangan-rintangan. Allah menciptakan receiver di dalam diri kita untuk menerima godaan setan, bernama syahwat. Perangkat ini telah disiapkan sejak kita lahir ke dunia. Dan di luar diri kita, ada setan yang selalu siap mengirimkan sinyal-sinyal negatifnya. Inilah inti persoalan utama. Yang perlu kita tahu adalah, bagaimana cara kerja setan mengelola syahwat yang ada di dalam diri kita. Ada tujuh cara setan dalam mempengaruhi manusia. Dan setelah mengetahui tujuh cara ini, cari tahu, kita berada di kelas berapa !

Kamis, 29 Oktober 2009

Syahadat, Titik Awal Perubahan

Seharusnya, ketika kita akan memahami arti syahadat, lalu kita sama-sama menjadikan syahadat sebagai titik awal perubahan. Awal perubahan ke arah kebaikan.

Pada masa Rasulullah, di kota Mekah, kehancuran moral terjadi begitu luar biasa. Kehancuran moral mengalami perubahan ketika Islam mulai didakwahkan. Apakah terjadi perubahan yang langsung dan drastis ? Tentu saja tidak.

Bertahap. Sahabat nabi, sampai pada periode Madinah, beberapa diantara mereka masih meminum minuman keras. Tapi yang luar biasa, ketika datang ayat larangan meminum khamar, hari itu juga habis, tidak ada yang meminum khamar lagi. Begitu juga para sahabat perempuan di masa nabi yang tidak mengenakan penutup kepala. Tapi ketika ayat tentang menutup aurat itu turun, hari itu juga, tak ada yang melanggar.

Coba bandingkan dengan kondisi masyarakat kita sekarang. Ayat tentang khamar dan menutup aurat itu sudah turun lebih dari 1.400 tahun yang lalu, tapi masih banyak muslim yang minum khamar dan masih banyak muslimah yang membuka penutup auratnya (belum menutup auratnya). Mengapa demikian ? Karena ketaatan dan kepatuhan kita kepada Allah sangat rendah. Pemahaman syahadatnya rendah dan lemah. Jika demikian, bagaimana syahadat menjadi titik tolak perubahan ?

Pemahaman makna syahadat, semoga mampu mengantar kita pada perubahan yang menuju pada kebaikan. Perbaikan akidah yang mampu menyelamatkan kita dari kerusakan di dunia maupun di akhirat kelak. Apapun kerusakannya, yang pertama kali harus diperbaiki adalah kualitas tauhid seorang manusia.

Syahadat, Pintu Gerbang Islam

Urgensi syahadat adalah pertama, gerbang memasuki Islam. Artinya, ketika seseorang itu berislam harus ada tandanya, harus ada pintu yang ia masuki sebagai sebuah pertanda. Karenanya, tidak bisa seseorang berperilaku islami, tanpa memasuki pintu gerbang islam.

Salah satu contohnya adalah Abu Thalib, paman rasulullah saw. Dia melakukan segala macam untuk melindungi dan mengamankan Rasulullah. Tapi sampai akhir hayatnya, ia tidak mengucapkan Laa Ilaaha Illa Allah, ia tidak bersyahadat.

Dan kami perlihatkan kepada mereka segala amal yang mereka kerjakan. Lalu kami menjadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan (Al Furqan [25] : 23)

Jadi, kata Allah, amal-amal perbuatan orang-orang kafir, amal-amal itu seperti debu yang beterbangan. Allah mengakui amal-amal orang kafir, tapi karena mereka tidak berislam, amal perbuatan mereka tidak ada artinya. Seseorang harus bersyahadat dulu ketika masuk Islam. Inilah kerugian bagi orang-orang yang tidak berislam.

Tapi jika ada orang yang telah memasuki gerbang Islam dengan bersyahadat, tapi perilaku, akhlak dan sifat mereka masih buruk, ini sangat terkait dengan pemahaman yang bersangkutan pada arti syahadat.

Dulu pada zaman sahabat nabi, orang-orang yang masuk Islam itu langsung 180 derajat berubah menjadi sangat baik. Suatu ketika, dalam perjalanan menuju sebuah medan perang khaibar, Rasulullah saw bertemu dengan seorang penggembala. Rasulullah saw mendekati dan mendakwahi penggembala ini. Berbicara sebentar, lalu penggembala ini begitu yakin dengan apa yang disampaikan Rasulullah. Lalu ia memutuskan untuk ikut Rasulullah, berperang. Apa yang akan ia dapatkan jika dalam perang nanti meninggal. Lalu Rasulullah saw menjawab,"Engkau akan mendapat surga."

Lalu sang penggembala berucap lagi,"Ya Rasul, kalau begitu saya minta kepada Allah agar saya dinyatakan benar, bahwa saya masuk Islam bukan karena apa-apa tapi karena kebenaran yang dibawa dan disampaikan Rasulullah, saya ingin cara kematian saya ditembus sebilah anak panah, tepat di leher."

Dan benar saja, ketika perang usai, dan dikumpulkan tubuh-tubuh korban, ada seorang jasad yang syahid dengan leher tertembus anak panah. Lalu Rasulullah berkata, ini adalah anak penggembala yang tadi baru berislam dan dia akan dimasukkan ke dalam surga.

Luar biasa pahala yang didapatkannya. Padahal, satu sujud pun belum pernah ia lakukan. Satu ruku' pun belum pernah ia lakukan. Apalagi satu rakaat, belum pernah ia dirikan shalat. Itu semua karena keimanannya utuh.

Berbeda dengan kita, sujud setiap hari, shalat setiap hari, tapi karena pemaknaan syahadat kita lemah, keimanan kita tidak utuh, surga belum tentu menjadi ganjaran untuk kita. Ini yang penting, sebab urusan syahadat ini adalah urusan yang menjamin keselamatan kita di akhirat kelak.

Keselamatan yang dibutuhkan pada situasi yang tak ada bandingannya di bumi ini. Allah berfirman,"Pada hari ketika mereka melihat hari kiamat (karena hebatnya suasana) mereka seakan-akan hanya (sebentar saja) tinggal (di dunia) pada waktu sore atau pagi hari saja." (An Nazi'at [79] : 46)

Tentunya kita ingin selamat dalam kondisi ini. Kalau saja kaum muslimin saat ini memiliki kaitan dengan hari akhir dan kiamat yang sangat tinggi, mereka tentu tidak akan melakukan penyimpangan-penyimpangan, apalagi yang begitu tinggi.

Demi Hidup Lebih Baik

(Sebuah Pengantar)

Sesungguhnya Allah tidak mengubah suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (Ar-Ra'du [13] : 11)

Kadang kita ingin atau bahkan sering bertanya, mengapa seseorang bisa berhasil, sukses dan memiliki masa depan yang gemilang ? Di sisi lain, ada juga yang mengalami kejadian sebaliknya. Penuh kesengsaraan, jungkir balik tak tentu arah serta berbagai kejadian mengenaskan lainnya.

Nabi Ibrahim pernah berdoa saat meninggalkan anak dan istrinya di lembah tak berpenghuni, Mekah "Ya Allah, jadikan hati manusia rasa suka (hasrat) berkunjung ke tempat ini"

Dan saat ini kita menyaksikan, berjuta-juta manusia setiap tahunnya pergi ke Mekah. Ribuan tahun kemudian, doa itu pun terwujud. Yang menjelaskan itu semua adalah pengorbanan. Sebesar apa pengorbanan yang kita keluarkan untuk sesuatu yang kita yakini, maka semakin besar itu pula jawaban yang akan kita terima nanti. Semakin besar kita berkorban, maka semakin besar itu pula dampak yang akan kita terima nanti. Kunci pertumbuhan yang berkesinambungan adalah pengorbanan dalam amal usaha yang dilakukan.

Pengorbanan yang menentukan umur dari amal usaha yang kita lakukan. Pengorbanan, itulah yang dilakukan oleh orang-orang besar dalam sejarah-sejarah besar yang hidup bahkan hingga sekarang.

Demi hidup lebih baik, berkorbanlah. Berkorbanlah ! Berkorban demi hidup dan untuk mendapatkan kehidupan....