Urgensi syahadat adalah pertama, gerbang memasuki Islam. Artinya, ketika seseorang itu berislam harus ada tandanya, harus ada pintu yang ia masuki sebagai sebuah pertanda. Karenanya, tidak bisa seseorang berperilaku islami, tanpa memasuki pintu gerbang islam.
Salah satu contohnya adalah Abu Thalib, paman rasulullah saw. Dia melakukan segala macam untuk melindungi dan mengamankan Rasulullah. Tapi sampai akhir hayatnya, ia tidak mengucapkan Laa Ilaaha Illa Allah, ia tidak bersyahadat.
Dan kami perlihatkan kepada mereka segala amal yang mereka kerjakan. Lalu kami menjadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan (Al Furqan [25] : 23)
Jadi, kata Allah, amal-amal perbuatan orang-orang kafir, amal-amal itu seperti debu yang beterbangan. Allah mengakui amal-amal orang kafir, tapi karena mereka tidak berislam, amal perbuatan mereka tidak ada artinya. Seseorang harus bersyahadat dulu ketika masuk Islam. Inilah kerugian bagi orang-orang yang tidak berislam.
Tapi jika ada orang yang telah memasuki gerbang Islam dengan bersyahadat, tapi perilaku, akhlak dan sifat mereka masih buruk, ini sangat terkait dengan pemahaman yang bersangkutan pada arti syahadat.
Dulu pada zaman sahabat nabi, orang-orang yang masuk Islam itu langsung 180 derajat berubah menjadi sangat baik. Suatu ketika, dalam perjalanan menuju sebuah medan perang khaibar, Rasulullah saw bertemu dengan seorang penggembala. Rasulullah saw mendekati dan mendakwahi penggembala ini. Berbicara sebentar, lalu penggembala ini begitu yakin dengan apa yang disampaikan Rasulullah. Lalu ia memutuskan untuk ikut Rasulullah, berperang. Apa yang akan ia dapatkan jika dalam perang nanti meninggal. Lalu Rasulullah saw menjawab,"Engkau akan mendapat surga."
Lalu sang penggembala berucap lagi,"Ya Rasul, kalau begitu saya minta kepada Allah agar saya dinyatakan benar, bahwa saya masuk Islam bukan karena apa-apa tapi karena kebenaran yang dibawa dan disampaikan Rasulullah, saya ingin cara kematian saya ditembus sebilah anak panah, tepat di leher."
Dan benar saja, ketika perang usai, dan dikumpulkan tubuh-tubuh korban, ada seorang jasad yang syahid dengan leher tertembus anak panah. Lalu Rasulullah berkata, ini adalah anak penggembala yang tadi baru berislam dan dia akan dimasukkan ke dalam surga.
Luar biasa pahala yang didapatkannya. Padahal, satu sujud pun belum pernah ia lakukan. Satu ruku' pun belum pernah ia lakukan. Apalagi satu rakaat, belum pernah ia dirikan shalat. Itu semua karena keimanannya utuh.
Berbeda dengan kita, sujud setiap hari, shalat setiap hari, tapi karena pemaknaan syahadat kita lemah, keimanan kita tidak utuh, surga belum tentu menjadi ganjaran untuk kita. Ini yang penting, sebab urusan syahadat ini adalah urusan yang menjamin keselamatan kita di akhirat kelak.
Keselamatan yang dibutuhkan pada situasi yang tak ada bandingannya di bumi ini. Allah berfirman,"Pada hari ketika mereka melihat hari kiamat (karena hebatnya suasana) mereka seakan-akan hanya (sebentar saja) tinggal (di dunia) pada waktu sore atau pagi hari saja." (An Nazi'at [79] : 46)
Tentunya kita ingin selamat dalam kondisi ini. Kalau saja kaum muslimin saat ini memiliki kaitan dengan hari akhir dan kiamat yang sangat tinggi, mereka tentu tidak akan melakukan penyimpangan-penyimpangan, apalagi yang begitu tinggi.
Kamis, 29 Oktober 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar