Selasa, 03 November 2009

Belajar dari Doa-Doa

Berapa lama manusia mampu bermimpi dalam tidurnya ? Konon, jawabannya, manusia mampu bermimpi dalam tidurnya tidak lebih dari delapan detik saja. Bahkan ketika mimpi itu kita rasakan demikian lama. Ini karena perbedaan sistem waktu yang kita miliki, antara waktu saat kita terjaga dan waktu saat kita tertidur. Keduanya memiliki sistem waktu yang berbeda.

Manusia akan melewati empat alam. Alam rahim, alam dunia, alam barzakh dan alam akhirat. Sistem waktu diantara alam ini, masing-masing berbeda. Bagaimana rasanya, orang yang telah meninggal dunia beribu tahun lalu ?

Rasulullah saw pernah berdoa mengajarkan kita doa sebelum tidur. Allahumma Inni Aslamtu Ilaika (Ya Allah kuserahkan jiwaku kepada Mu). Wawajahtu Ilaik (Dan kuhadapkan wajahku kepada Mu). Waalja’tu Dzohri Ilaika (Dan kusandarkan punggungku kepada Mu). Amantu Bikitabikalladzi Anzalta (Aku beriman kepada kitab yang diturunkan). Wabirasulikalladzi Anzalta (Dan kepada rasul Mu yang telah diutus).

Semua doa di atas, sama persis seperti proses kematian yang akan dijalani oleh manusia. Berserah diri, lalu menghadap ke arah kiblat, karena itu, usahakan ketika tidur menghadap ke arah kiblat. Kemudian kita diminta untuk mengucapkan statement of believe, rukun Iman kita. Baru setelah itu, kita membaca syahadat.

Dalam doa sebelum makan, Rasulullah saw kembali mengajarkan doa tentang keberadaan dan kehadiran Allah. Allahumma bariklana fima razaktana waqina adzabannar. Kita mengatakan bahwa apa yang kita makan ini, bukan dari apa yang kita usahakan, tapi semata-mata rezeki dari Allah. Semua berasal dari Allah dan kita kembalikan kepada Allah.

Rasulullah saw juga mengajarkan kepada kita agar berdoa ketika memasuki WC. Ya Allah, aku berlindung kepada Mu dari kejahatan dan dari sumber kejahatan. Kenapa kita harus berdoa ketika memasuki WC ? Sebab, di tempat itulah setan berumah tangga. Waktu kita berada di dalamnya, berbagai ide kadang muncul dan datang. Dan bisa jadi, sumber ide dan gagasan itu datang dari yang punya rumah, setan.

Di semua momentum, Allah mengajarkan kita agar melihat segala peristiwa dari sudut pandang Allah. Doa-doa itu mengajarkan kita agar kita memandang melalui persepsi Allah.

Saat kita memandang yang indah-indah, kita mengucapkan Subhanallah. Saat kita mendapatkan rezeki kita mengucapkan Alhamdulillah. Semua ini membuat kita memiliki standing position yang jelas. Kita juga mempunyai persepsi yang jelas terhadap segala sesuatu dalam kehidupan kita. Jika kita sudah merasa sudah bersama Allah, ini adalah salah satu cara pendendalian diri yang sangat kuat dalam diri manusia.

Syekh Ahmad Thantawi pernah menulis buku yang sangat menarik berjudul Sehari Bersama Setan. Ia bercerita dalam buku, ia sedang mempersiapkan khutbah Jumat. Ia sedang membersihkan diri.

Satu waktu ia bercerita, ia sedang naik bus. Di tengah jalan, naik seorang perempuan yang duduk tepat di sampingnya. Perempuan yang sangat cantik. Pandangan pertama adalah rezeki bagimu, sedang pandangan yang kedua dosa untukmu. Ketika melihat pertama kali, ia terpana. Yang kedua, matanya ingin melirik ke arah perempuan ini, tapi ia berusaha menahannya.

Tapi kesadarannya dalam menahan pandangan mata itu tidak terlalu konsisten. Ketika jalan, ingatannya hilang sebentar, tiba-tiba matanya melirik. Dan Allah mengetahui pengkhianatan mata. Meski hatinya tak mau. Dan apa yang disembunyikan oleh hati. Dampak yang paling kuat dari rasa kebersamaan dengan Allah adalah, kita mampu mengontrol motif-motif kita dalam berbuat. Meskipun motif tersebut tidak nampak untuk orang lain.

Allah berfirman dalam salah satu ayatNya, ”Ingatkah kalian Kami beritahu tentang orang-orang yang merugi dalam amal-amalnya. Yaitu orang-orang yang usahanya sesat (rusak) di dunia, tapi mereka menduga bahwa mereka sudah melakukan kebaikan...” (Al Kahfi [18] : 103-104).
Mereka berfikir, mereka sudah berkarya. Padahal amal mereka hancur karena ketidakmampuannya mengontrol motif-motif yang berada di balik perbuatan. Buku yang kita tulis atau makalah yang kita susun, bisa berbuah pahala untuk orang lain, tapi bisa berbuah petaka untuk diri kita sendiri. Karena, sekali lagi, ketidakmampuan kita mengontrol motif perbuatan yang kita lakukan.

Kontrol atas motif ini, harus membantu kita memastikan, bahwa dalam segala hal, tujuan kita hanya satu. Allah semata.

Dalam sebuah pertempuran, Ali bin Abi Thalib ra bertarung dengan salah seorang lawannya. Dalam sejarahnya Ali bin Abi Thalib ra tidak memiliki sejarah kekalahan. Semua ia menangkan. Suatu ketika, ia telah mengalahkan seorang musyrikin dan tinggal dipenggal saja kepalanya. Tapi sang calon korban, tiba-tiba meludahi wajah Ali bin Abi Thalib ra. Dan Ali merasa tersinggung karenanya. Akhirnya, musyrikin tadi tidak jadi dibunuh, sebab Ali sadar betul bahwa motifnya telah bergeser sedikit. Bukan lagi sepenuhnya karena Allah, tapi terselip rasa ketersinggungan pribadi di dalam hatinya.

Sekali lagi, kita disuguhi pertunjukan tentang pengendalian motif diri yang begitu kuat dalam sejarah Islam. Karena sesungguhnya, pengendalian diri atas segala motiflah yang menentukan akhir manusia : rugi atau untung ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar